Polisi sita pesawat mini tanpa awak perekam objek vital
Sebuah quadcopter yang disita polisi setelah dipakai mengambil gambar tanpa izin di seputar Menara BCA, Jakarta Pusat, Juli lalu. Foto oleh Felicia Santoso
JAKARTA, Indonesia - Polisi meminta keterangan pemilik sebuah pesawat tanpa awak, kerap dijuluki meminjam istilah drone, yang pada Senin (20/7) jatuh di area Menara BCA, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Pesawat mini itu mengudara di ketinggian yang dilarang, yaitu 150 meter lebih di kawasan objek vital.
"Pemiliknya masih kami mintai keterangan untuk mengetahui maksud dan tujuannya merekam gedung-gedung di sekitar Thamrin," kata Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Menteng Ajun Komisaris Ridwan R Soplanit kepada Rappler.com, Selasa (4/8).
Pesawat jenis DJI Phantom 2 itu disita polisi setelah petugas keamanan Menara BCA mengirim laporan temuan. Perangkat pengambil gambar jarak jauh itu terbang dilengkapi empat baling-baling, sehingga disebut juga quadcopter. Alat itu dilengkapi kamera yang bisa menyimpan gambar dan video.
Pada Kamis (30/8) lalu, pemilik pesawat itu datang ke kantor Polsek Menteng. Diidentifikasi sebagai OX, si pemilik mengakui dirinya menerbangkan dengan tujuan merekam beberapa gedung. "Pengakuannya dia hanya main-main saja mengoperasikan alat tersebut untuk melihat dari ketinggian," kata Ridwan.
Merekam objek vital
Dari hasil rekaman kamera yang dibuka polisi, pesawat mini tersebut mengudara di sekitar Thamrin, Jakarta Pusat selama 20 menit. Selama itu, kamera tersebut merekam kawasan penuh gedung tinggi itu. "Ada beberapa gedung dari ketinggian yang direkam, termasuk gedung objek vital," kata Ridwan.
Di sekitar Menara BCA banyak terdapat kantor kedutaan besar negara sahabat yang masuk dalam kategori objek vital yang dilindungi polisi.
Sosialisasi peraturan
Pemerintah sudah menerbitkan regulasi penggunaan pesawat tanpa awak ini melalui Peraturan Kementerian Perhubungan Nomor 99 Tahun 2015. Peraturan ini melarang pengoperasian pesawat serupa di kawasan terlarang, kawan terbatas dan kawasan keselamatan operasi penerbangan bandara. Aturan itu juga membatasi ketinggian penerbangan maksimal 150 meter.
Setiap pengoperasian pesawat sejenis harus mendapat izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. "Tidak boleh juga sembarangan memotret atau memfilmkan wilayah tanpa izin dari instansi berwenang," kata Ridwan.
Dari hasil pemeriksaan terhadap OX, ia mengaku tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Menurut Ridwan, dengan adanya kejadian ini, perlu adanya sosialisasi lebih mendalam agar para pengguna dapat memahami peraturan itu. Sejauh ini, tak ada pelanggaran pidana yang dilakukan OX.
"Ini sekaligus juga untuk membantu mensosialisasikan bahwa drone dilarang dioperasikan di area objek vital dan keramaian," ujar Ridwan.
Kekhawatiran pengguna
Regulasi tadi dikhawatirkan Ferdiansyah Marlupy, 28 tahun. Jurnalis yang menggemari dokumentasi udara ini khawatir bisa terjerat aturan. “Tidak semua menggunakan drone untuk hal-hal yang sifatnya negatif seperti kejadian di luar negeri yang memakainya untuk mengintip privasi orang lain," kata dia. Meski khawatir, ia mengaku akan menaati aturan.
Ferdiansyah memakai pesawat mini nirawak itu untuk mengambil gambar dan video dari ketinggian yang sulit dijangkau, baik dalam rangka hobi maupun tugas liputan. —Rappler.com
BACA JUGA: Jokowi dan drone untuk kedaulatan negara
Ayo langganan Indonesia wRap