Amnesty International tagih janji Jokowi pulangkan komunitas Syiah Sampang

Perwakilan Syiah Emilia Renita, Ketua Umum PGI Henriette Hutabarat-Lebang, Ketua Komnas Perempuan Azriana berfoto bersama rekan dari jaringan lintas iman setelah upacara kemerdekaan GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia, Tugu Prokalamasi, 16 Agustus. Foto oleh Camelia Pasandaran/Rappler
JAKARTA, Indonesia — Memperingati tiga tahun terusirnya komunitas Syiah Sampang dari kampung halaman mereka pada 26 Agustus 2015 kemarin, Amnesty International mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk segera menepati janjinya memulangkan mereka.Menurut Amnesty International hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari pihak pemerintah untuk mewujudkan janji tersebut. Padahal, janji tersebut kerap dikumandangkan Jokowi semasa berkampanye dalam Pemilihan Presiden 2014.
"Pemerintahan saat ini dan sebelumnya sama-sama telah menjanjikan kembalinya komunitas Syiah Sampang ke kampung halaman mereka, namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata," kata campaigner Amnesty International wilayah Indonesia, Timor Leste, Asia Tenggara dan Pasifik, Josef Roy Benedict, Rabu, 26 Agustus.
Terlebih lagi, selama masa kampanye pilpres, Jokowi membuat serangkaian komitmen, termasuk melindungi hak-hak komunitas marginal dan melindungi prinsip-prinsip pluralisme dan kebhinekaan.
"Namun demikian, janji-janji ini belum diterjemahkan ke dalam hasil yang bisa terlihat jelas."
Terusir sejak 2012
Komunitas Syiah Sampang mulai mengalami intimidasi karena keyakinan yang mereka peluk sejak 2011. Puncaknya pada 26 Agustus 2012, mereka harus mengungsi dari rumah tinggal mereka ke Gedung Olah Raga di Sampang.
Dua tahun lalu, pemerintah kemudian memutuskan untuk merelokasi mereka keluar dari Madura. Saat ini, komunitas Syiah Sampang tinggal di kompleks rumah susun Puspa Agro di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Tak hanya terusir dari kampung halaman, komunitas Syiah Sampang juga kehilangan aset.
Menurut tokoh Syiah Iklil Almelal, warga Syiah rata-rata bukan buruh tani. Sebelum menjadi pengungsi rata-rata setiap orang memiliki satu hektar lahan untuk bercocok tanam secara mandiri. Sebagian besar mereka gunakan untuk menanam padi.
“Dalam soal pengelolaan saya memang sengaja mengajak rekan-rekan lain untuk berkumpul yang diwadahi koperasi. Pembinaan yang kami lakukan bisa memaksimalkan hasil pertanian yang ada,” kata Iklil.
Setelah ditinggalkan pemiliknya, hanya sedikit sawah yang masih terawat. “Sebagian kecil memang dirawat oleh keluarga yang masih tinggal di sana."
Sementara orang tua mereka terdampak secara sosial ekonomi, anak-anak komunitas Syiah Sampang kini tak bisa lagi menuntut ilmu dengan baik seperti saat mereka bersekolah di Sampang dulu.

Kelas pendidikan bencana bagi anak-anak pengungsi Syiah di Rusun Puspa Agro, Sidoarjo. Foto oleh Ahmad Santosa/Rappler
Pemerintah setempat kurang begitu memperhatikan pendidikan anak-anak pengungsi ini. Janji Gubernur Jawa Timur, Soekarwo untuk membuat sekolah berstandar nasional di kompleks rumah susun tempat tinggal komunitas Syiah Sampang saat ini, masih isapan jempol belaka.Dinas Pendidikan Jawa Timur memang menyediakan sekolah di sana, tapi pengelolaannya tak serius.— Rappler.com
Baca:
- Muslim Syiah Sampang berharap Jokowi bantu mereka pulang
- Terusir, penganut Ahmadiyah Lombok hidup menetap di pengungsian
- Lukman Saifuddin: Menjadi Menteri Agama, bukan Menteri Agama Islam
- Tak hanya hilang pekerjaan, warga Syiah Sampang kehilangan aset
- Balada derita pendidikan anak pengungsi Syiah Sampang
Ayo langganan Indonesia wRap