Hujan di Hari Rabu: Dari nol ke satu
HANYA SEKALI. CEO Google, Sundar Pichai dalam Mobile World Congress 2015. Foto oleh Toni Albir/EP
Karena ini adalah tulisan pertama di laman blog ini, rasanya perlu sedikit dijelaskan tentang nama "Hujan di Hari Rabu" yang saya pilih sebagai judul. Strukturnya jelas terinspirasi dari puisi Hujan di Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono, walaupun juga ada alasan yang personal dan spesifik mengapa saya memilih "hujan".
Hujan, bagi saya, punya makna yang luar biasa. Turunnya bisa menjadi sumber kemakmuran, tapi jika tidak dikelola dengan baik, bisa menimbulkan bencana. Langit seolah sedang ingin mengajarkan bahwa hidup ini selalu adalah tentang keseimbangan.
Hujan juga menjadi pengingat bahwa yang sudah terpisah jauh, bila memang berjodoh, bisa kembali bertemu.
Mengapa Rabu? Karena rencananya tulisan di blog ini akan terbit setiap Rabu.
Blog ini akan banyak digunakan untuk berbagi cerita, bisa cerita dari buku, lagu, curhatan seseorang, atau dari pengalaman saya sendiri. Semoga cerita-cerita yang dibagikan di sini bisa membawa manfaat bagi yang membaca dalam menjalani dan menciptakan ceritanya sendiri.
'Zero to one'
Untuk edisi kali ini, saya akan membagikan kutipan dari sebuah buku tentang startup karya Peter Thiel, salah satu anggota The PayPal Mafia, Zero to One yang saya selesai baca kira-kira beberapa hari sebelum bulan Ramadan tahun ini.
Begini tulis Thiel:
"Every moment in business happens only once. The next Bill Gates will not build an operating system. The next Larry Page or Sergey Brin won't make a search engine. And the next Mark Zuckerberg won't create a social network. If you're copying these guys, you aren't learning from them."
Setiap momen dalam bisnis hanya terjadi sekali. "Microsoft", "Google", "Facebook" atau "Apple" berikutnya tidak akan melakukan hal sama dengan yang mereka lakukan saat ini, begitu kira-kira intinya.
Banyak di antara kita bisa jadi memiliki mimpi untuk menjadi "yang berikutnya". Steve Jobs berikutnya, Nirvana berikutnya, atau Sukarno berikutnya.
Menurut Thiel, ini adalah cara berpikir yang salah. Jika ingin menjadi sebesar tokoh yang ingin kita ikuti jejaknya itu, kita harus melakukan hal yang berbeda dari mereka, alih-alih menempuh jalur yang sama.
Meminjam istilah Thiel sendiri yang juga menjadi judul bukunya, kita harus berani memulai perjalanan dari titik nol ke satu, atau zero to one, bukannya satu ke N.
Perjalanan dari nol ke satu akan membuat hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak ada menjadi ada. Dari satu ke N, kita hanya sedang menambahkan sesuatu pada yang sudah ada. Mengikuti jalur yang sudah pernah ditempuh orang lain hanya akan membawa kita pada yang kedua.
Kenapa? Ini opini saya, karena dari kondisi sosial-ekonomi dan budaya hingga sesederhana orang-orang yang kita temui sehari, dalam batas tertentu akan berbeda antara satu orang dengan yang lain. Belum lagi latar belakang waktu dan tempat. Semuanya akan membimbing pada lahirnya momen-momen yang berbeda.
Inilah mengapa menurut Thiel setiap momen dalam bisnis — dan menurut saya dalam banyak hal lain — hanya terjadi sekali.
Orang yang pernah jatuh cinta pada pandangan pertama akan memahaminya. —Rappler.com
BACA JUGA:
- Sebelum kamu memutuskan untuk berjilbab
- Mengapa anak muda Indonesia terobsesi dengan pernikahan
- Ketika bos IMF mengutip Sukarno
Haryo Wisanggeni adalah reporter multimedia Rappler Indonesia. Sapa dia di Twitter @HaryoWisanggeni.
Ayo langganan Indonesia wRap