Indra Azwan berjalan kaki keliling Indonesia mencari keadilan
BERJALAN KAKI. Indra Azwan berjalan kaki mengelilingi Indonesia untuk memprotes kasus tabrak lari anaknya oleh seorang polisi. Foto diambil dari Facebook.
JAKARTA, Indonesia—Indra Azwan hanya seorang warga biasa yang tinggal bersama istri dan anaknya Rifki Andika di Jalan Genukwatu Barat Gang II No. 95, Malang, Jawa Timur.
Tetapi naas menimpa keluarga sederhana ini pada 8 Februari 1993. Anaknya Rifki ditabrak oleh sebuah mobil yang melintas di Jalan S. Parman, di dekat rumahnya sepulang dari belajar kelompok. Alih-alih berhenti, mobil itu langsung melaju menjauhi tempat kejadian perkara (TKP).
Seorang yang sedang melintas kemudian mengejar mobil tersebut dan berhasil menemukan pengemudinya. Ia adalah Letnan Satu Joko Sumantri yang bertugas di kepolisian wilayah Malang.
Kasus tabrak lari itu pun langsung dilaporkan Indra kepada pihak berwajib. Sayangnya pihak berwenang baru melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Militer beberapa tahun kemudian. Pengadilan Militer pun baru menyidangkannya pada 2008.
Vonis dari sidang tabrak lari yang dilakukan tertutup tersebut cukup mengecewakan pihak Indra. Hakim memutus bebas Lettu Joko dengan alasan kasus tersebut kedaluwarsa. “Saya enggak tahu kenapa divonis bebas, peraturannya begitu,” kata Indra kepada Rappler, Kamis sore, 4 Februari.
Kini Lettu Joko sudah menjadi Kepala Bagian Sumber Daya Manusia di Polres Blitar, sementara Indra masih mempertanyakan tindak lanjut dari kasus tabrak lari anaknya itu.
Protes dengan berjalan kaki

PROTES. Indra Azwan akan berjalan kaki keliling Indonesia untuk memprotes kasus tabrak lari anaknya oleh seorang polisi. Foto diambil dari Facebook.
Bertahun-tahun ia mencoba berbagai cara untuk mendapatkan keadilan untuk kasus tabrak lari anaknya. Di bidang hukum, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung sejak Juli 2014. Namun hingga saat ini PK tersebut belum diketahui statusnya.
Tak cukup langkah hukum yang diambil oleh pihak Indra, tapi juga aksi dalam bentuk lain. Yakni berjalan kaki dari rumahnya di Malang ke Jakarta sebagai bentuk protes.
Setidaknya sejak 2010, Indra sudah melakukan protes berjalan kaki sebanyak 6 kali. Pertama pada 2010 lalu, ia berjalan kaki dari Malang-Jakarta selama 22 hari.
Kemudian ia mengulangi rute yang sama pada 2011 dengan waktu tempuh 28 hari.
Pada 2013, ia kembali melakukan perjalanan dari Malang-Jakarta-Mekkah. Tapi niatnya untuk sampai di Mekkah terhalang karena ada perang saudara di Myanmar. Ia menempuh 7 bulan 25 hari hanya sampai di Myanmar.
Tahun-tahun berikutnya ia juga mengulangi aksi jalan kakinya, waktu tempuhnya sama, berbulan-bulan.
Lalu di mana ia menginap selama perjalanan panjang itu? “Saya menginap di hotel kuda laut bintang satu alias pom bensin,” katanya sambil terkekeh.
Berjalan kaki keliling Indonesia
Meski sudah enam kali berjalan kaki untuk memprotes kasus anaknya, Indra mengaku tak lelah. Pada 8 Februari nanti, tepat 23 tahun kematian anaknya, Indra akan melakukan jalan kaki keliling Indonesia.
“Rutenya dari Aceh terus ke Lampung, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Nusa Tenggara Timur, nanti finish di Bali,” katanya.
Apa tujuan protes jalan kaki kali ini? “Supaya seluruh Indonesia tahu bahwa hukum kita sudah bobrok,” katanya.
Ia mengaku telah bertemu dengan orang-orang nomor satu di negeri ini seperti Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, dan Kepala Polisi RI Jenderal Badrodin Haiti yang saat itu menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur, hingga Panglima Tentara Nasional Indonesia saat ini Gatot Nurmayanto, tapi tak pernah ada tindak lanjut. “Semuanya hanya basa-basi,” katanya.
Bagi Indra, hukum di Indonesia seperti peribahasa “Tajam ke bawah dan tumpul ke atas”.
Bagaimana dengan era pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo saat ini? “Ini saya juga menunggu reaksi Jokowi. Katanya Jokowi (punya) perhatian dengan orang kecil. Ini saya mencoba, apakah benar ia perhatian dengan orang kecil?” katanya.
Sementara itu untuk berjalan kaki keliling Indonesia, Indra mengaku tak punya persiapan khusus. Ia hanya mengandalkan jaringan penggemar sepakbola Arema yang berada di seluruh tanah air.
Bagaimana dengan perbekalan uang? “Secukupnya saja,” katanya. —Rappler.com
BACA JUGA
- Nani Nurani, penyanyi Istana kobran 1965 yang 13 tahun menunggu keadilan
- Kisah Suti: Nenek 96 tahun, aktivis Gerwani penyintas tragedi 1965
- Kayin Haryoto: Guru SD yang ditangkap dan dibuang ke Pulau Buru
- Lubang Buaya dan pola pemerkosaan massal yang berulang di Indonesia
- Kesaksian tapol: Sembilan tahun menjadi budak di Pulau Buru
Ayo langganan Indonesia wRap