Petisi untuk mendesak pengesahan RUU PKS diluncurkan
TINDAK KEKERASAN SEKSUAL. Lentera Indonesia dan Magdalene mendesak pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)
JAKARTA, Indonesia— (UPDATED) Usai kisah YY, gadis berumur 14 tahun yang diperkosa oleh 14 laki-laki di Bengkulu, diangkat netizen dan media, kelompok solidaritas untuk korban kekerasan seksual meluncurkan petisi mendesak pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Petisi digagas oleh Lentera Indonesia dan Magdalene sejak Selasa kemarin, 3 Mei.
Lentera Indonesia adalah kelompok dukungan bagi penyintas kekerasan seksual. Kegiatan mereka meliputi pertemuan tertutup bagi penyintas dan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait isu kekerasan seksual.
Sedangkan Magdalene adalah majalah online berbahasa Inggris yang fokus pada perempuan dan isu-isu yang mendorong persamaan, pemberdayaan, pluralisme, dan toleransi.
Alasannya, kata petisi tersebut, hukuman maksimalnya adalah 15 tahun penjara, belum masuk potongan masa tahanan.
Artinya, untuk kasus YY yang pelakunya rata-rata di bawah 20 tahun, pelaku sudah dapat menghirup udara bebas pada umur kurang lebih 30 tahun. Sedangkan korban harus menderita seumur hidupnya.
Petisi ini juga menyebut, setiap hari ada 35 perempuan di Indonesia yang mengalami kekerasan seksual, atau 3 korban setiap 2 jam. Data tersebut diperoleh dari Catatan Tahunan Komnas Perempuan.
“Jika tidak ada perbaikan struktural di pemerintahan, maka korban-korban lainnya akan terus muncul,” katanya.
Sementara itu, DPR tak memberikan perhatian khusus pada RUU PKS.
Padahal RUU PKS penting untuk memberikan payung hukum dan melindungi korban, serta mencegah terjadinya kekerasan seksual.
Karena RUU PKS menyangkut tiga hal krusial, antara lain:
- Perangkat perundangan yang adil, berpihak pada korban dan mencakup semua jenis dan kompleksitas kekerasan seksual
- Proses penyidikan dan peradilan yang berpihak pada korban
- Perubahan pandangan dan perilaku penegak hukum, pembuatan kebijakan dan masyarakat umum tentang kekerasan seksual sebagai kejahatan kemanusiaan, bukan masalah susila.
“Semakin lama pembahasan dan pengesahan RUU ini ditunda, semakin banyak lagi korban yang jatuh,” tulis petisi tersebut.
“Kami, Anda, kita semua harus berperan serta memastikan kasus ini tidak lagi berulang. Ikut kami dalam mendesak pemerintah dan DPR mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual!”
Hingga berita ini dibuat, petisi ini sudah ditandatangani oleh 20.000 lebih pendukung.
Sebelum kasus YY mencuat
Desakan pengesahan RUU PKS ini sebenarnya sudah dilakukan oleh Komisi Nasional Perempuan pada 23 November 2015 lalu.
Tepatnya saat merespon pembahasan daftar usulan Program Legislasi Nasional di DPR RI yang akan mengesahkan Program Legislasi Nasional tambahan jangka menengah dan Program Legislasi Nasional Prioritas 2016.
Komnas Perempuan saat itu menyerukan kepada DPR RI dan Pemerintah untuk memberikan dukungan terhadap hadirnya payung hukum yang memberikan perlindungan komprehensif bagi korban kekerasan seksual melalui Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
"RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah ikhtiar dari masyarakat sipil di Indonesia yang difasilitasi oleh Komnas Perempuan beserta mitra yang terlibat dalam penyusunan draft RUU ini," tulis Komnas di rilisnya.
"RUU ini hadir dengan harapan untuk mengatasi segenap persoalan yang terjadi dalam sistem peradilan pidana penanganan kasus kekerasan seksual; ketidaktersediaan layanan pemulihan yang komprehensif bagi korban, keluarga dan komunitasnya; sekaligus untuk menciptakan sistem pencegahan kekerasan seksual oleh Lembaga Negara, Korporasi dan Lembaga Masyarakat."
Pengesahan semakin mendesak setelah Komnas Perempuan mengeluarkan data kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 1998 – 2010.
Data menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual berjumlah hampir seperempat dari seluruh total kasus kekerasan. Dari total 400.939 kasus kekerasan yang dilaporkan, sebanyak 93.960 kasus di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
Sudah masuk dalam prolegnas
Sementara, Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Saleh Partaonan Daulay mengatakan RUU PKS sudah masuk dalam prolegnas. “Saya kira ini sudah dibahas di Baleg. Mudah-mudahan, dalam waktu dekat bisa dipercepat prosesnya,” kata dia saat dihubungi Rappler pada Rabu, 4 April 2016.
Menurut dia, ada beberapa tahapan yang harus dilalui dalam membuat UU. “Semoga bisa segera dilalui agar keinginan masyarakat bisa terwujud,” kata dia.
Selain itu, ia mendengar ada rencana pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Tujuannya adalah supaya proses penegakan hukum terhadap kasus semacam ini menjadi lebih cepat. Di dalam itu juga terkandung semangat pemberatan hukuman bagi pelaku.
“Kami mendukung langkah tersebut. Pelaku kekerasan seksual harus dihukum seberat-beratnya,” kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini
Nah, kalau kamu setuju bahwa RUU PKS ini harus segera disahkan, kamu bisa tandatangani petisinya di sini. —dengan laporan Ursula Florene/Rappler.com
BACA JUGA
Ayo langganan Indonesia wRap