Kekerasan meningkat, aktivis minta pengesahan RUU PKS dan penerbitan Perpu Kebiri
Aktivis dari berbagai organisasi perempuan di Semarang, Jawa Tengah melakukan aksi solidaritas dengan YY, seorang remaja 14 tahun yang meninggal setelah diperkosa 14 laki-laki di Bengkulu. Foto oleh Fariz Fardianto
SEMARANG, Indonesia – Sejumlah aktivis perempuan di Semarang, Jawa Tengah menggalang aksi solidaritas untuk YY, seorang remaja yang meninggal dunia setelah diperkosa oleh 14 orang di Begkulu, di depan kantor Gubernur Jawa Tengah pada Rabu pagi, 4 Mei
Dalam aksi yang dimulai pukul 10:00 itu, para aktivis menyuarakan berbagai tuntutan, termasuk mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual (RUU PKS) dan penerbitan Perpu Kebiri bagi pelaku pemerkosaan.
Aksi solidaritas ini diinsiasi oleh Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) dan lembaga peduli perempuan lokal lainnya.
Seorang aktivis, Dian Puspitasari, mengatakan kasus kematian YY di Bengkulu tak bisa dibiarkan begitu saja.
Menurutnya, kasus serupa pernah terjadi di Karangawen, Kabupaten Demak, pada 2014 lalu. Pada saat itu, masyarakat menemukan mayat anak perempuan di dalam parit sawah.
"Dia juga mengalami pemerkosaan hingga akhirnya dibunuh dan mayatnya dibuang di parit. Ini sama dengan apa yang dialami YY di Bengkulu," katanya kepada wartawan.
Dia juga mengatakan dari 1.227 perempuan korban kekerasan di Jawa Tengah, sekitar 839 orang atau sekitar 68,38 persen mengalami tindak kekerasan seksual sepanjang Januari-Desember 2015. Bahkan, sampai hari ini terdapat 10 perempuan tewas karena kekerasan seksual.
"Karena memang kasus kekerasan seksual di Jawa Tengah terbilang cukup tinggi," jelas Dian.
Kendati demikian, ia menyayangkan sikap pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang selama ini mengabaikan berbagai kasus yang muncul di permukaan.
Sebagai bukti, Dian mengatakan lembaganya mendapati alokasi APBD untuk perlindungan perempuan, tetapi jumlahnya tidak pernah berbanding lurus dengan penanganan kasus yang ada saat ini.
"Dana yang diberikan tidak sebanding dengan penanganan kasus yang mencapai hampir 1.000 kasus itu," katanya.
"Estimasinya, dalam setahun pemerintah provinsi memberikan dana yang hanya cukup buat beli sebuah mobil. Ini sangat ironis di tengah rentetan kasus kekerasan seksual yang kian mengancam nyawa perempuan," ujarnya.
Seorang aktivis lainnya yang enggan disebutkan namanya mengatakan Gubernur Ganjar Pranowo juga tak peduli dengan tindak kekerasan seksual terhadap perempuan. Parahnya lagi, tak ada satu instansi pemerintahan yang berpihak terhadap korban.
"Lingkungan tempat korban tinggal ternyata juga tidak selalu membuka diri untuk memberikan perlindungan. Pihak keluarga justru banyak menyalahkan korban," ujar aktivis tersebut.
Ia mendesak pemerintah provinsi dan legislator di Senayan untuk memperkuat perlindungan terhadap perempuan serta segera mengesahkan RUU PKS. – Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap