Aktivis kecam upaya pengaburan kasus pemerkosaan siswi SD
Korban pemerkosaan bertanya apakah ia memang seorang korban, setelah menimbang kondisi saat ia dipaksa berhubungan seksual.
SEMARAG, Indonesia – Sejumlah aktivis di Semarang mengecam sikap Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Burhanuddin yang dianggap sengaja mengaburkan kasus pemerkosaan yang menimpa SR (12 tahun). siswi SD di Penggaron Semarang.
Burhanuddin sempat mengatakan kepada media lokal bahwa kasus SR dilakukan atas dasar suka sama suka.
Eko Roesanto, aktivis Lembaga Pengada Layanan untuk Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, mengatakan apa yang diucapkan Burhanuddin bertentangan dengan mandat Konvensi Hak Anak (Keppres 36 tahun 1990), CEDAW (UU No. 7 tahun 1984) yang diperkuat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Seharusnya, negara hadir dengan memberikan peradilan efektif sehingga mampu melindungi korban sekaligus menghapuskan impunitas bagi pelaku," kata Eko kepada Rappler, pada Kamis sore, 2 Juni.
Sikap Burhanudin, menurut Eko, justru bertolak belakang dengan keinginan masyarakat dalam membongkar kasus yang menimpa SR. Sayangnya, negara, direpresentasikan oleh Burhanuddin, belum konsisten dalam melindungi anak sebagai korban pelanggaran HAM.
“Penegak hukum malah mengadopsi cara pandang misoginis yang menganggap motif kejahatan seksual terjadi karena kehendak korban,” katanya.
Korban didampingi tim psikiater
Sementara itu, kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jawa Tengah Sri Kusuma Astuti mengatakan kasus pemerkosaan brutal yang menimpa SR tak boleh terulang lagi.
Sri mengatakan korban tengah ditangani oleh tim psikiater dan masih menempati 'Rumah Center' untuk memulihkan luka-luka pada tubuhnya.
"Di saat kasusnya ditangani polisi, dia tetap mengikuti ujian nasional susulan. Kita juga terus mendampingi dan menguatkan psikisnya agar dia dapat menatap masa depannya dengan baik," ujar Sri usai bertatap muka dengan pemerhati perempuan di kantornya.
"Pelakunya yang masih di bawah umur sama-sama kita tangani dengan baik. Biar masa depannya tidak hancur," sambungnya.
Yang patut dicermati saat ini, menurut Sri, kasus kekerasan seksual seperti yang dialami SR pada tahun ini semakin sering terjadi di Jawa Tengah. "Hanya saja banyak yang tak terungkap," katanya.
Sepanjang 2015, jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Jawa Tengah mencapai 2.466 kasus. Meski tahun ini jumlahnya diklaim menurun, Sri mengaku akan terus-menerus melakukan pencegahan bersama aktivis perempuan dan aparat kepolisian.
Ia mendorong pemerintah daerah mengalokasikan dana tambahan untuk mengatasi tindak kejahatan seksual.
"Penanganan korbannya butuh sokongan dana besar, tapi itu harus kita lakukan biar anak-anak dan perempuan pada masa mendatang terlindungi dari kejahatan seksual," ujarnya.
Polisi cari barang bukti baru
Sementara pada bagian lain, satu regu gabungan Inafis dan Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polrestabes Semarang hari ini menelusuri bekas jejak pemerkosaan di dekat rumah SR.
Kanit PPA Polrestabes Ajun Komisaris Kumarsini mengatakan penelusuran ini demi mencari barang bukti baru dan melengkapi berkas perkara di pengadilan.
Polisi mula-mula menyambangi rumah salah satu tersangka berinisial NM yang masih buron. Di rumah NM, polisi bertemu ayah tirinya kemudian bergerak masuk ke kamar NM yang diduga kuat dipakai sebagai lokasi pemerkosaan. Polisi melihat ada kasur, televisi 14 inch, dan sebuah speaker tape.
Lalu, polisi bergerak lagi ke lokasi gubuk jahanam yang jadi tempat pemerkosaan kedua di Jalan Sugiono, Kelurahan Pedurungan Lor.
"Kita sempat kesulitan melacak gubuknya karena terlanjur diratakan dengan tanah," kata Kumarsini.
Di lokasi penyisiran lainnya di depo pasir Plamongan Sari Raya, terlihat hanya ada orang berlalu-lalang dan jika malam hari hanya sedikit warga yang melintas.
Tadinya di depo pasir ada kursi kayu besar dan panjang. Namun kursi tersebut sudah raib.
Menurut pengakuan Haryono, buruh bangunan setempat, di situ memang kerap dipakai nongkrong muda-mudi kampung setempat.
"Jadi motor diparkir di pinggir jalan tapi yang punya tidak ada," akunya.
Di lokasi itulah, polisi akhirnya membeberkan identitas enam pemerkosa yang kini meringkuk di dalam penjara. Mereka adalah Wahyu Adi Wibowo (36), Johan Galih Dewantoro (19), dan Lutfi Adi Prabowo (19), IA (16), RS (17), dan MA (15).
Ayo langganan Indonesia wRap