Lifter Olimpiade Triyatno: Jangan terlalu mudah menghakimi atlet
Triyatno saat berlaga di Olimpiade Rio. Foto Humas Tim Kontingen Indonesia
JAKARTA, Indonesia — Atlet angkat besi Indonesia yang bertanding di Olimpiade Rio 2016 nomor 69 kg, Triyatno, berhasil menempati peringkat 10 di kelasnya.
Ia awalnya merupakan salah satu andalan Indonesia untuk meraih medali di Olimpiade tahun ini. Namun Tri hanya berhasil mengangkat total berat 317 kg yang menghempaskannya keluar dari perebutan medali.
(BACA: Hasil tim angkat besi Indonesia di Olimpiade Rio 2016)
Tri mengatakan, sebelum persiapan Olimpiade Rio ini, ia menderita cedera hingga perlu dioperasi dan terkadang masih merasakan sakit.
Sembilan tahun lalu, saat mempersiapkan diri mengikuti SEA Games 2007, Tri mulai merasakan sakit.
“Karena intensitas latihan yang berat dan terus-menerus. [Rasa sakitnya] hilang timbul hilang timbul. Terasa sakit banget di [Olimpiade 2012] London,” kata Tri kepada Rappler, pada Selasa, 16 Agustus, usai kembali ke Indonesia setelah bertanding di Rio de Janeiro, Brasil.
Otot meniskus lutut kiri Tri sobek, dan ia dioperasi pada 26 Maret 2013 untuk menjahit kembali pembungkus otot yang sobek itu.
Tulang rawan di sendi lutut kirinya juga mengalami aus —sesuatu yang sering terjadi pada atlet angkat besi, menurut Sapto Aji, salah satu dokter yang mengoperasi Tri — bahkan ada satu titik di mana tulang rawannya rusak dan perlu dibuang.
Sementara, kaki kanannya mengalami penebalan selaput sehingga perlu dibersihkan.
Indonesia ‘harus lebih menghargai perjuangan para atlet’
Indonesia harus lebih menghargai perjuangan para atlet, yang udah berjuang di Olimpiade, kata Triyatno.
Mengenang kembali pengalamannya di Olimpiade Rio, Tri menuturkan kini ia merasa harus lebih banyak berlatih dan menjaga kondisi tubuh, khususnya karena umurnya sudah tak lagi muda.
(BACA: Profil atlet angkat beban Indonesia bagi Olimpiade Rio 2016)
“Untuk masyarakat Indonesia, jangan men-judge atlet itu, ‘Wah gagal nih, enggak kaya yang kemaren, jelek nih angkatannya, yang penting kan hasil’,” ujar Tri.
Mereka kan enggak tahu dari kita perjuangan latihan, terus ngorbanin waktu. Ya, banyak hal lah yang dikorbanin,” kata atlet yang 20 Desember nanti berusia 29 tahun ini.
“Harus lebih menghargai perjuangan para atlet, yang udah berjuang di Olimpiade. Jangan asal nge-judge atlet tersebut, ‘Wah enggak bagus tuh peringkat segini peringkat segitu’,” kata Tri yang telah memberikan dua medali perak bagi Indonesia di Olimpiade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012.
Jarang bertemu keluarga
Sejak Januari 2016, Tri dan atlet angkat besi Indonesia lainnya telah berlatih demi mengikuti Olimpiade Rio 2016. Selama di Rio de Janeiro pun, Tri berlatih terus-menerus hingga hari-H pertandingan.
“Olimpiade kan [ajang pertandingan] olahraga tertinggi di dunia,” cerita Tri tentang pengalamannya mengikuti Olimpiade ketiganya di Brasil.
“[Olimpiade Rio itu] Seru, terus, ya di kelas 69 kg itu kan musuhnya lebih berat-berat dibanding di [Olimpiade] London kemarin.”
Sebagai atlet, ia mengaku telah banyak berkorban.
“Kita tinggalin anak, tinggalin istri, terus keluarga. Training camp di luar, berapa bulan, gitu kan, jadi ketemu keluarga itu sebentar.”
Namun, saat bertanding ia fokus pada pertandingan dan memberikan yang terbaik yang bisa dilakukannya saat itu.
Bukan hanya soal hasil
Bagi Triyatno, hasil yang dicapainya di Olimpiade Rio 2016 sangat tidak memuaskannya karena saat Olimpiade London 2012 total angkatannya jauh lebih tinggi.
Di sisi lain, menurut Tri, hasil itu sudah cukup baik karena pasca operasi ia bertanding di kelas 77 kg, tapi di Olimpiade kemarin ia turun di 69 kg.
“Tahun ini balik lagi ke 69, jadi seneng banget lah. Tantangannya lebih besar lagi, dari angkatan, terus total angkatan harus ditambah lagi. Masalahnya sudah naik soalnya,” urai Tri disambung tawa kecil.
“Total angkatannya dari 2012 sudah naik pesat banget, pesaing-pesaingnya.”
Sementara, mengandaikan waktu bisa terulang, Tri berharap latihan untuk persiapan Olimpiade dimulai lebih awal dan lebih intensif.
Lantaran, Januari silam tidak sepenuhnya digunakan untuk berlatih akibat beragam faktor dan ada progam yang tak cocok.
“Kadang ada program pelatih yang monoton, buat latihannya itu bosen, jadi angkatannya enggak naik-naik.”
Triyatno menambahkan dirinya berharap bisa berpartisipasi dalam Olimpiade Tokyo 2020.
“Kalau kondisi masih memungkinkan, mau lah, pasti. Setiap atlet kan targetnya ikut berpartisipasi di Olimpiade dan melakukan yang terbaik di Olimpiade. Semoga nanti masih bisa ikut di Tokyo,” ujarnya.
Indonesia sendiri meraih 2 medali perak di Olimpiade Rio dari cabang angkat besi melalui Eko Yuli Irawan dan Sri Wahyuni.—Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap