Aktivis: Pemblokiran situs web tak efektif berantas ekstrimisme
BLOKIR SITUS. Kemkominfo memblokir puluhan situs web sejak tahun 2015 lalu. Salah satunya karena dianggap banyak mengandung muatan ekstrimisme. Foto dari AFP
JAKARTA, Indonesia - Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah tengah gencar memblokir situs web. Salah satu alasannya karena sebagian mengandung muatan ekstrimisme.
Berdasarkan laporan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) per 3 Januari 2017 sudah ada 11 situs yang diblokir tahun ini saja. Sementara, sejak tahun 2015, ada 83 situs yang juga ditutup.
Aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dan perempuan Indonesia, Dhyta Caturani justru menolak praktik pemblokiran beragam situs web itu oleh pemerintah.
“Penapisan (pemblokiran) situs web sama sekali tidak efektif, sebab pelaku dapat membuat situs web baru dengan mudah,” ujar Dhyta yang ditemui dalam diskusi “Masih Bebaskah Berekspresi di Internet?” yang digelar di Qubicle Center pada Sabtu, 14 Januari.
Menurutnya, saat ini adalah zamannya perang wacana. Jika yang tengah diwacanakan adalah ekstrimisme maka harus ditandingi dengan wacana lain, sehingga dapat terjadi perdebatan yang sehat.
Daripada memblokir situs web, Dhyta lebih setuju dengan upaya penghapusan atau penarikan muatan.
“Terutama jika muatan (content-red) tersebut menyebabkan atau berpotensi menyebabkan terjadinya kekerasan, maka muatan tersebut sebaiknya dihapus,” kata dia.
Tetapi, tidak bisa sembarang hapus dan harus diikuti mekanisme tertentu. Salah satunya mengenai pemulihan muatan, apakah muatan yang telah dihapus atau ditarik memang perlu ditinjau ulang sehingga dapat dipertimbangkan untuk dipulihkan atau tidak. - Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap