Apa kejanggalan yang ditemukan Polri dalam kasus penyelundupan senjata di Sudan?
FPU INDONESIA. Anggota Satgas FPU Indonesia VIII memperagakan yel saat mengikuti upacara pemberangkatan di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 17 Desember 2016. Foto oleh Muhammad Adimaja/ANTARA
JAKARTA, Indonesia - Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar menilai ada kejanggalan dalam sangkaan kepolisian Sudan soal penyelundupan senjata yang dilakukan oleh kontingen Formed Unit Police (FPU) VIII. Menurut Boy, sejak awal barang bawaan FPU VIII sudah melewati proses pemeriksaan X-Ray. Hasilnya, tidak ada indikasi logam dan barang berbahaya yang ditemukan.
Tetapi, tiba-tiba saja tas tanpa dilengkapi identitas ditemukan berdekatan dengan kontainer berisi barang milik kontingen FPU VIII.
“Seolah (tas itu) disatukan dengan barang kontingen. Ini kejanggalan yang kami cari tahu apa motifnya. Apa latar belakangnya,” ujar Boy yang ditemui di Auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Kamis, 26 Januari.
Sementara, kepolisian Sudan bersikeras bahwa tas berisi puluhan senjata dan amunisi itu milik kontingen Indonesia.
Dia menjelaskan, sejauh ini Indonesia sudah mengirimkan tim kontingen pasukan perdamaian keenam untuk PBB yang dinamakan Garuda Bhayangkara. Tidak ada masalah apa pun yang ditemui di Darfur Utara, Sudan selama itu. Anggota Polri bahkan memperoleh catatan positif dari PBB, khususnya UNAMID, karena mampu menjalin kerjasama dan bersikap humanis dengan penduduk setempat.
“Kami menoreh prestasi, mampu beradaptasi dan kerjasama dengan penduduk setempat. Petugas Polri di sana yang (ditugaskan) untuk misai perdamaian tidak mengedepankan senjata,” kata Boy.
Oleh sebab itu, dia mengaku heran dengan adanya tuduhan upaya penyelundupan 90 pucuk senjata api dan amunisi ke personil Polri yang tergabung dalam FPU. Menurutnya, ada keanehan dalam tuduhan itu.
Kendati sudah disebut oleh media setempat bahwa personil Polri berupaya menyelundupkan senjata dari Sudan, tetapi institusinya yakin mereka tidak bersalah. Dia berjanji Mabes Polri akan mengawasi dan mendampingi kepolisian Sudan dalam investigasi dugaan penyelundupan senjata api tersebut.
“Kami klarifikasi saja, jangan sampai membuat malu nama bangsa. Sama-sama kami cari milik siapa sebenarnya barang itu. Bagaimana, barang itu bisa sampai di bandara,” katanya.
Terganjal visa
Sebelumnya, Kepala Biro Misi Internasional Divisi Hubungan Internasional Polri, Brigjen Johny Asadoma mengatakan seharusnya berangkat ke Darfur Utara pada Rabu kemarin, 25 Januari. Tetapi, keberangkatannya terganjal proses pengurusan visa.
“Tidak jadi pada Rabu malam. Kami masih menunggu visa, paling lambat hari Kamis malam sudah berangkat,” ujar Johny di auditorium PTIK pada Rabu, 25 Januari.
Dia menjelaskan ada delapan perwira Polri yang diberangkatkan ke Sudan. Mereka terdiri dari dua periwra Polri dari Divisi Hubungan Internasional, tiga orang dari Bareskrim Polri, satu orang dari Divisi Hukum Polri, satu dari Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri dan satu orang dari Inspektorat Pengawasan Umum Polri.
Rencananya, begitu tiba di sana, tim Mabes Polri akan berkoordinasi dengan perwakilan Kementerian Luar Negeri dan KBRI untuk Sudan.
“Kami (akan) memberikan bantuan hukum dan bukan investigasi bersama,” katanya.
Mabes Polri akan mengupayakan agar tim mereka bisa mendampingi kepolisian Sudan dalam penyelidikan dugaan penyelundupan 90 pucuk senjata api dan sejumlah amunisi tersebut.
"Pertama pasti dari UNAMID dulu, nanti baru (berkoordinasi) dengan kepolisian Sudan. Kami akan koordinasi dengan pihak terkait di sana dan minta kejelasan. Kami tidak melakukan investigasi dan hanya mengumpulkan fakta lapangan,” kata dia.
Menurutnya, lantaran berada di negeri orang, Polri tidak memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi. - Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap