Kemlu: Kebijakan imigrasi Trump tak atasi akar permasalahan terorisme dunia
JAKARTA, Indonesia - Pemerintah Indonesia menyesalkan kebijakan imigrasi baru yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump pada Jumat, 27 Januari. Trump secara resmi melarang sementara warga dari tujuh negara yang mayoritas berpenduduk Muslim yakni Suriah, Irak, Iran, Yaman, Somalia, Sudan dan Libya masuk ke Amerika Serikat selama 90 hari.
Alasannya, warga dari negara itu berpotensi menyebarkan teror di Negeri Paman Sam. Sementara, warga dari Arab Saudi yang notabene terbukti terlibat dalam tragedi 11 September 2001, tetap diizinkan menjejakkan kaki di AS. Begitu juga Indonesia, negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di seluruh dunia.
Menurut harian Washington Post, Arab Saudi dan Indonesia tidak dimasukan ke dalam daftar karena Trump memiliki kepentingan bisnis di sana. Trump diketahui sudah meneken kontrak kerja sama dengan MNC Group untuk membangun dua resort mewah di Bogor dan Bali. Sedangkan, Arab Saudi tengah dibidik menjadi target selanjutnya dari pembangunan hotel mewah.
Selain melarang masuk sementara warga dari tujuh negara, Trump juga menolak untuk menerima pengungsi yang akan ditempatkan di AS.
Melihat hal ini, Pemerintah Indonesia mengatakan tidak sependapat dengan cara pemerintah baru AS mengatasi tindakan teror.
“Meskipun kebijakan ini merupakan hak berdaulat Amerika Serikat, tetapi diyakini akan berdampak negatif terhadap upaya global memerangi terorisme dan penanganan isu pengungsi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir dalam keterangan tertulis pada Senin, 30 Januari.
Dia menambahkan justru keliru jika mengaitkan radikalisme dan perbuatan terorisme dengan agama tertentu.
“Upaya memerangi terorisme harus dilakukan dengan mengedepankan kerjasama internasional, termasuk dalam mengatasi akar penyebab dari terorisme,” kata Arrmanatha lagi.
Korban pertama dari kebijakan ini adalah keluarga Fuad Shareef asal Irak yang dilarang masuk ke AS pada Sabtu, 28 Januari. Shareef dan keluarga berencana untuk pindah dan bermukim di sana. Dia sempat bekerja sebagai penerjemah bagi pejabat berwenang AS usai invasi AS ke Irak tahun 2003.
Lalu, dia menerima ancaman akan dibunuh dan berharap bisa memperoleh perlindungan dari Pemerintah AS. Permohonan itu sempat dikabulkan dan dia berencana ditempatkan di Nashville. Tetapi, ketika tiba di Kairo untuk transit, dia dikabarkan tidak bisa melanjutkan perjalanan ke AS.
“Seorang pejabat berwenang mengatakan bahwa mereka menerima sebuah e-mail dari Kedutaan AS di Baghdad. Isinya kami tidak bisa melanjutkan perjalanan,” ujar Shareef seperti dikutip harian New York Times.
Korban selanjutnya, adalah Hameed Jhalid Darweesh, warga Irak yang juga pernah bekerja bagi pejabat AS di Irak, termasuk sebagai seorang penerjemah. Karena bekerja bersama Pemerintah AS, Darweesh kerap dijadikan sasaran pembunuhan lalu memutuskan pindah ke Negeri Paman Sam.
Begitu tiba di Bandara JFK, New York, Darweesh sempat ditahan oleh pejabat imigrasi. Empat jam kemudian, hakim kemudian membebaskannya dari tahanan.
Keputusan ini disambut suka cita oleh ratusan pengunjuk rasa yang menuntut pembebasannya. Aksi unjuk rasa juga melebar di berbagai negara bagian lainnya. Mereka meminta Trump membatalkan kebijakan pembatasan pengungsi dan pengunjung dari negara Muslim ke AS.
Deportasi imigran ilegal
PROTES. Para pengunjuk rasa menghalangi lalu lintas di area terminal kedatangan di Bandara Internasional San Francisco, Amerika Serikat pada Sabtu, 28 Januari. Foto oleh Stephen Lam/Getty Images/AFP
Selain, melarang warga dari tujuh negara yang mayoritas penduduknya Muslim, Trump juga meminta agar proses deportasi terhadap para imigran yang tidak memiliki dokumen izin tinggal di AS untuk dipercepat. Hal ini diprediksi akan berdampak terhadap ribuan imigran ilegal, termasuk dari Indonesia yang kini masih bermukim di Negeri Paman Sam.
Data yang dimiliki oleh Kementerian Luar Negeri ada sekitar 34.390 WNI yang tinggal di AS dan telah melebihi batas izin yang diberikan.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan data tersebut diambil dari tahun 2015 dan bisa jadi tidak akurat. Sebab, lantaran ilegal, WNI tersebut tidak melakukan lapor diri ke perwakilan Indonesia di sana. Pemerintah Indonesia sudah mengantisipasi dengan mengaktifkan semua hotline perwakilan di Negeri Paman Sam. (BACA: Antisipasi kebijakan imigrasi, Pemerintah Indonesia aktifkan hotline telepon di AS)
Kebijakan itu bertentangan dengan kebijakan "kota suaka" yang bertentangan di 168 county di AS. "Kota suaka" adalah suatu kebijakan yang diambil oleh suatu pemerintahan daerah untuk melindungi imigran dengan tidak mempersoalkan status keimigrasian mereka sepanjang mereka tidak melakukan kejahatan.
Trump bahkan mengancam jika county tersebut tetap menerima pengungsi, maka kemungkinan tidak akan menerima dana dari pemerintah federal.
Namun, menurut Presiden IMAAM Center, Dr. Amang Sukaesih, warga asal Indonesia yang sudah bermukim di Washington DC selama 15 tahun, mekanisme untuk melakukan deportasi terhadap imigran ilegal tidak mudah. Terlebih saat ini, banyak walikota dan gubernur yang memprotes kebijakan Trump yang mengancam tidak memberikan dana pemerintah federal kepada kota-kota suaka.
“Sekarang, bagaimana mungkin pejabat imigrasi mengidentifikasi para imigran gelap dan menangkap mereka? Yang harus dilakukan warga asing di AS jika tidak ingin dideportasi, maka mereka harus menghindar agar tidak ditangkap oleh polisi atau terlibat pelanggaran hukum,” ujar Amang kepada Rappler melalui pesan pendek pada Senin, 30 Januari.
Sementara, terkait dengan rencana untuk melakukan pendataan terhadap warga Muslim tetap sulit terealisasi karena membutuhkan persetujuan terlebih dahulu dari Kongres.
“Jika pendataan terhadap umat Muslim di AS ini benar-benar terjadi, maka ini merupakan kemunduran kebijakan imigrasi di Amerika,” tuturnya.
Amang sendiri mengaku tak khawatir dengan kebijakan imigrasi Trump itu Sebab, dia bermukim di sana secara legal.
“Tetapi, kami semua masih menunggu perkembangan apakah daftar negara-negara yang dilarang masuk ke AS oleh Trump akan ditambah. Sejauh yang kami tahu, proses deportasi diprioritaskan bagi para imigran yang ‘bermasalah’,” kata dia.
Apakah Trump juga akan memasukan Indonesia ke dalam daftar negara yang tak lagi boleh menjejakan kaki ke AS? Tulis pendapatmu di kolom komentar. - Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap