Istana bantah pemberian grasi Antasari Azhar bermuatan politis
GRASI. Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika bertemu mantan Ketua KPK, Antasari Azhar di Istana Negara pada tanggal 26 Januari. Antasari diterima Jokowi usai permohonan grasinya dikabulkan. Foto diambil dari akun Twitter @KSPgoid
JAKARTA, Indonesia - Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi membantah pemberian grasi bagi Antasari Azhar mengandung muatan politis seperti yang dituduhkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Grasi tersebut sudah melalui proses dan prosedur sesuai dengan kaidah hukum serta aturan perundang-undangan.
“Tidak ada kaitannya (pemberian grasi) dengan urusan politis,” ujar Johan Budi di Kantor Presiden pada Selasa sore, 14 Februari.
Keputusan Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk memberikan grasi kepada mantan Ketua KPK itu, kata Johan, berdasarkan masukan atau saran dari Mahkamah Agung (MA). Jadi, Johan menjelaskan, tidak ada hubungannya antara pemberian grasi dengan apa pun yang disampaikan oleh Antasari. (BACA: Presiden Jokowi kabulkan grasi mantan Ketua KPK Antasari Azhar)
“Apa yang dilakukan oleh Pak Antasari dilakukan secara pribadi,” katanya.
Terkait pernyataan Antasari yang menyebut dirinya merupakan korban tindak kriminalisasi pemerintahan di masa lalu, kata Johan, merupakan urusan pribadi mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan itu. Dia pun berharap apa yang disampaikan Antasari tidak dikait-kaitkan dengan Presiden Jokowi.
Lagipula, kata Johan, suara bahwa dia menjadi korban tindak kriminalisasi bukan baru hari ini saja disampaikan. Sudah sejak lama dia menyuarakan telah menerima perlakuan yang tidak fair.
Ada aktor politik
SBY akhirnya memberikan keterangan pers di kediamannya di kawasan Mega Kuningan malam ini. Dalam pernyataannya, dia menuding ada pihak tertentu yang sengaja menggunakan Antasari untuk mendeskreditkan dirinya. Upaya itu dimulai dengan pemberian grasi kepada Antasari pada bulan November 2016.
“Sepertinya ada misi untuk menyerang nama saya dan keluarga. Serangan tersebut diluncurkan dan dilancarkan satu hari sebelum pemungutan suara, sehingga sulit tidak menyimpulkan bahwa fitnah dan pembunuhan karakter itu tak terkait dengan Pilkada DKI,” ujar SBY usai menggelar zikir bersama di kediamannya pada Selasa malam, 14 Februari.
Pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu menduga Antasari tidak mungkin bisa melakukan itu seorang diri. Pasti ada aktor-aktor politik di belakangnya. Sayangnya, dia tidak menjelaskan siapa aktor politik yang dimaksud.
“Tujuannya agar nama SBY tercoreng. Akhirnya dalam pemungutan suara di Pilkada DKI esok, Agus-Sylvi kalah,” katanya.
Oleh sebab itu, dia berharap para penegak hukum untuk membuka kembali kasus pembunuhan almarhum Direktur PT Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
“Agar rakyat Indonesia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada almarhum Nasruddin,” kata dia. - Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap