Datangi TPS, warga Perancis pilih presiden baru melalui pemilu
PILIHAN. Kombinasi foto yang diabadikan pada 23 April 2017 menunjukkan dua kandidat Presiden Perancis, Emmanuel Macron (kiri) dan Marina Le Pen (kanan). Foto oleh Joel Saget dan Eric Feferberg/AFP
JAKARTA, Indonesia - Tempat Pemungutan Suara (TPS) di sebagian besar kota-kota di Perancis sudah ditutup. Sayangnya berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri Perancis, jumlah pemilih yang ikut dalam Pilpres putaran kedua menurun drastis. Hanya ada 65,30 persen dari 65 juta warga Perancis yang ikut dalam Pilpres kali ini.
Election #Presidentielle2017 65,30 %: taux de participation à 17h pour le 2nd tour en métropolitaine (71,96 % en 2012 et 75,11 % en 2007) pic.twitter.com/5bx7JqyVZ6
— Ministère Intérieur (@Place_Beauvau) May 7, 2017
Angka partisipasi itu merupakan yang terendah dalam pilpres 10 tahun terakhir. Dalam pilpres hari ini, warga Perancis akan memilih satu dari dua kandidat yakni Emmanuel Macron dan Marine Le Pen dari partai sayap kanan.
Sebanyak 66.546 Tempat Pemungutan Suara (TPS) sudah mulai dibuka sejak pukul 06:00 waktu setempat dan ditutup pukul 17:00. Jam buka TPS bisa diperpanjang di beberapa kota besar di Perancis.
Pertarungan di antara keduanya sangat ketat. Macron, kandidat presiden yang baru berusia 39 tahun, dinyatakan unggul dalam debat pemilihan umum yang dilakukan pada Rabu, 3 Mei. Berdasarkan survei terakhir, Macron meraih 62 persen suara, sedangkan Le Pen, 48 tahun, mendapat 38 persen.
Tetapi, kampanye Macron tiba-tiba diwarnai skandal, karena pada Jumat kemarin e-mail pribadinya diretas. Ratusan ribu surat elektronik dan dokumen terkait kampanye Macron disalin dan diunggah ke dunia maya. Kelompok anti rahasia, WikiLeaks, kemudian dengan cepat membuat dokumen itu viral.
Otoritas pemilu Perancis secara jelas mengatakan media yang mempublikasikan kembali dokumen tersebut akan dianggap telah melanggar hukum. Hampir semua media tradisional mematuhi aturan tersebut. Namun, media online yang disetir oleh aktivis sayap kanan tetap membangkang.
“Kami tahu bahwa ada risiko semacam ini selama kampanye presiden karena hal semacam ini bisa terjadi di mana pun. Tidak ada satu pun yang luput dan tidak kami respons,” ujar Presiden Perancis, Francois Hollande kepada media pada Sabtu kemarin.
Bawa angin perubahan
Siapa pun yang akan memenangkan pemilu pada hari ini, maka akan membawa perubahan yang besar bagi Perancis, negara dengan ekonomi terbesar ke-6 di dunia, anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan negara dengan kekuatan militer global. Ini merupakan kali pertama dalam sejarah, di mana kandidat partai tradisional pemerintah tidak tembus ke putaran terakhir pilpres.
Macron akan menjadi pemimpin Perancis yang paling muda yang pernah maju sebagai kandidat. Tidak ada yang tahu sosoknya hingga tiga tahun yang lalu dia terpilih sebagai Menteri ekonomi.
Dia meninggalkan pemerintahan sosialis Hollande di bulan Agustus dan membentuk sebuah gerakan politik bernama En Marche. Dia mengatakan apakah mengambil posisi dengan sayap kanan atau kiri. Namun, idenya berhasil menarik 250 ribu anggota.
Mantan bankir program investasi itu berjanji untuk memotong pengeluaran negara, mengurangi aturan di bidang perburuhan, meningkatkan pendidikan di area terpencil dan memperluas perlindungan bagi usaha mandiri. Macron juga mengambil posisi yang pro Perancis tetap berada di dalam lingkaran Uni Eropa (UE). Dia memiliki visi untuk mengembalikan semangat 28 anggota UE pasca Inggris memastikan diri keluar dari UE usai digelar referendum tahun lalu.
“Perancis bukan sebuah negara yang tertutup. Kita berada di Benua Eropa dan di dunia,” ujar Macron dalam sesi debat terbuka yang disiarkan secara langsung pada Rabu lalu.
Sementara, kebijakan yang diterapkan Le Pen bertolak belakang dengan Macron. Di saat Macron berpikiran lebih terbuka terhadap perdagangan bebas, imigrasi dan berbagi kedaulatan, Le Pen justru menolak itu semua.
Dia anti terhadap Uni Eropa, sehingga jika dia terpilih, Perancis kemungkinan besar akan mengikuti jejak Inggris. Bahkan, dia akan menghapus Euro sebagai mata uang Perancis.
Dalam kampanyenya, Le Pen berjanji akan menurunkan kuota imigran hingga 10 ribu per tahun, menurunkan usia pensiun, memperketat penggunaan tenaga kerja asing oleh perusahaan multinasional dan mengenalkan kebijakan yang tegas untuk mengatasi kelompok radikal.
Banyak pemilih yang masih melihat partai sayap kanan, Front Nasional, sebagai pihak yang anti-semit dan rasis. Walaupun selama enam tahun terakhir mereka berupaya memperbaiki citra itu.
Dalam pilpres putaran pertama yang digelar 23 April lalu, Macron unggul dengan meraih 24,01 persen suara. Sementara, Le Pen berada di posisi kedua dengan raihan suara 21,30 persen.
Jika Macron menjadi pillion bagi warga Perancis menengah ke atas, berpendidikan dan tinggal di kota besar, maka Le Pen sebaliknya. Lumbung suaranya berada di daerah pedesaan dan wilayah miskin di bagian selatan dan timur laut Perancis. - dengan laporan AFP/Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap