Panglima TNI tunda keberangkatan ke AS usai ditolak masuk
WAYANG KULIT. Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo membawa wayang kulit di sela pagelaran Wayang NKRI dengan lakon "Parikesit Jumeneng Noto" di depan Museum Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Jumat, 29 September malam. Foto oleh Sigid Kurniawan/ANTARA
JAKARTA, Indonesia - Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto mengatakan Panglima TNI menunda keberangkatannya ke Amerika Serikat hingga ada penjelasan resmi dari Pemerintah Negeri Paman Sam. Gatot Nurmantyo ditolak masuk ke Amerika Serikat pada Sabtu sore, 21 Oktober sesaat akan boarding ke pesawat maskapai Emirates.
Wuryanto mengaku pihak maskapai tidak menjelaskan lebih lanjut soal alasan Gatot ditolak masuk ke AS.
“Mereka hanya mengatakan bahwa Panglima TNI, istri dan delegasi ditolak masuk oleh US Custom Border,” ujar Wuryanto ketika memberikan keterangan pers pada Minggu sore, 22 Oktober di kantor Panglima TNI.
Gatot berangkat ke AS membawa nama pemerintah karena diundang untuk hadir dalam acara bertajuk Chief's of Defense Conference on Countering Violent Extrimist Organization (VEOs) di Washington DC pada 23-24 Oktober. Oleh sebab itu, pihak Mabes TNI mengaku tidak habis pikir mengapa Panglima TNI justru ditolak masuk.
Sebelum berangkat, Gatot, istri dan delegasi sudah mengurus berbagai persyaratan administrasi termasuk visa. Namun, usai izin masuk dikantongi, ia tetap tidak diizinkan menjejakan kaki di sana.
“Atas insiden ini, Panglima TNI sudah melapor ke Presiden Joko Widodo melalui ajudan, Menlu dan Menkopolhukam,” kata Wuryanto.
Gatot juga mengirimkan surat kepada Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Joseph F. Dunfort Jr yang mengundangnya ke AS. Wuryanto menjelaskan salah satu alasan Gatot bersedia hadir, selain karena hubungan baik kedua negara yang baik, Dunfort juga dianggap sahabat oleh mantan Kepala Staf Angkatan Darat itu.
Selain Gatot, Pemerintah AS juga mengundang 77 negara lainnya untuk hadir dalam acara yang dihelat pekan depan.
“Pihak TNI masih menunggu penjelasan atas insiden ini, mengingat kepergian ke Amerika Serikat atas undangan Pangab dan atas hubungan baik kedua negara serta hubungan antara Pangab AS dan Panglima TNI,” kata dia.
Ketika ditanyakan apakah penolakan itu terkait diungkapnya dokumen peristiwa tahun 1965 milik Pemerintah AS, Wuryanto membantahnya. Menurut dia, peristiwa semacam ini baru kali pertama terjadi sepanjang sejarah hubungan bilateral Indonesia dan AS.
“Ini juga bukan kali pertama Panglima ke AS. Terakhir kali Beliau ke sana pada Februari 2016,” tutur dia.
Minta maaf
Sementara, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berencana memanggil Wakil Duta Besar AS untuk Indonesia, Brian McFeeter dan meminta klarifikasi pada Senin esok. Namun, belum diketahui jam berapa McFeeter akan tiba di Pejambon.
Perwakilan Kedutaan AS di Jakarta meminta maaf atas semua insiden yang menimpa Gatot. Mereka mengaku sudah berkomunikasi dengan staf Gatot sejak hari Sabtu kemarin agar ia tetap dapat berangkat ke Negeri Paman Sam dan hadir di acara tersebut.
“Kedutaan telah berkomunikasi dengan staf Jenderal Gatot mengenai isu ini sepanjang akhir pekan. Kami berusaha untuk memfasilitasi kepergiannya ke AS. Duta Besar AS Joseph Donovan telah meminta maaf kepada Menlu Retno Marsudi atas ketidaknyamanan yang dialami Jenderal Gatot,” kata pihak Kedutaan AS seperti tertulis di situs mereka.
Tidak reaktif
Sementara, pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana mengimbau publik agar tidak langsung reaktif menanggapi permasalahan ini. Ia meminta agar publik memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan berbagai langkah dan menyelesaikan isu ini.
Namun, ia turut menyayangkan sikap Pemerintah AS yang justru tidak menggunakan saluran resmi untuk mengabarkan penolakan Gatot masuk ke Negeri Paman Sam.
“Bagaimana mungkin seorang pejabat resmi yang mendapat undangan resmi dari mitranya ditolak untuk bisa datang meski visa telah didapat? Terlebih lagi pemberitahuan tidak diberikan melalui saluran resmi melainkan melalui pemberitahuan maskapai yang dinaiki Panglima TNI,” kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis pada hari ini.
Oleh sebab itu, ia mendukung langkah Retno untuk meminta klarifikasi dari Pemerintah AS. Jika klarifikasi dinilai tidak memadai, maka pemerintah dapat melayangkan protes keras kepada AS.
“Bila perlu memanggil pulang Dubes AS untuk Indonesia demi kepentingan berkonsultasi,” tutur pria yang pernah menjabat Dekan Fakultas Hukum UI itu.
Namun, jika permintaan klarifikasi masih tidak diindahkan, maka pemerintah bisa mengambil kebijakan yang lebih tegas dengan mengusir atau mengeluarkan notifikasi persona non grata terhadap diplomat AS.
- Rappler.com
Ayo langganan Indonesia wRap